Ilmuwan melakukan berbagai cara untuk menemukan kehidupan lain yang mungkin berlangsung di luar angkasa. Bila robot NASA Curiosity belum mampu mengungkap kehidupan "alien" (asing) di Mars, maka ilmuwan mencoba mengungkap kehidupan non-terrestrial tersebut melalui petunjuk bintang.
Dilansir Spacedaily, Selasa (11/12/2012), penerbangan malam hari di sebuah obervatorium udara, dilakukan para peneliti untuk mencari bintang yang baru lahir. Bintang yang baru lahir ini diduga mampu memberikan bukti terkait potensi kehidupan di luar angkasa.
Tim peneliti berasal dari Rensselaer Polytechnic Institute di New York, Amerika Serikat, menggunakan instrumen observasi berkemampuan inframerah untuk mencari kumpulan molekul dalam awan debu. Awan debu ini berada di sekitar lima bintang muda.
Pencarian ini, menempatkan peneliti dengan menggunakan pesawat Boeing 747 yang dimodifikasi. Armada udara ini telah dirancang khusus untuk mendukung penelitian Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy.
Obsevatorium udara terbesar di dunia ini dibuat atas kerjasama NASA dan German Aerospace Center. "Kami tertarik tentang bagaimana hal yang Anda butuhkan untuk membuat hadir kehidupan planet," ujar astrobiolog Douglas Whittet.
Ia mengatakan, karena hal itu terjadi juga di Bumi, di sistem Tata Surya, maka peneliti berupaya mengungkap apakah hal tersebut juga terjadi di tempat yang lain.
"Kami tidak bisa kembali ke masa lalu untuk mengamati Tata Surya ketika kita lahir. Namun, kita bisa melihat daerah lain yang kami percaya adalah sama dan menggunakannya sebagai analog untuk awal Tata Surya," jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, pengamatan inframerah pada bintang yang baru lahir, dibidik oleh teleskop khusus yang mampu menunjukkan keberadaan molekul organik dan air.
Dilansir Spacedaily, Selasa (11/12/2012), penerbangan malam hari di sebuah obervatorium udara, dilakukan para peneliti untuk mencari bintang yang baru lahir. Bintang yang baru lahir ini diduga mampu memberikan bukti terkait potensi kehidupan di luar angkasa.
Tim peneliti berasal dari Rensselaer Polytechnic Institute di New York, Amerika Serikat, menggunakan instrumen observasi berkemampuan inframerah untuk mencari kumpulan molekul dalam awan debu. Awan debu ini berada di sekitar lima bintang muda.
Pencarian ini, menempatkan peneliti dengan menggunakan pesawat Boeing 747 yang dimodifikasi. Armada udara ini telah dirancang khusus untuk mendukung penelitian Stratospheric Observatory for Infrared Astronomy.
Obsevatorium udara terbesar di dunia ini dibuat atas kerjasama NASA dan German Aerospace Center. "Kami tertarik tentang bagaimana hal yang Anda butuhkan untuk membuat hadir kehidupan planet," ujar astrobiolog Douglas Whittet.
Ia mengatakan, karena hal itu terjadi juga di Bumi, di sistem Tata Surya, maka peneliti berupaya mengungkap apakah hal tersebut juga terjadi di tempat yang lain.
"Kami tidak bisa kembali ke masa lalu untuk mengamati Tata Surya ketika kita lahir. Namun, kita bisa melihat daerah lain yang kami percaya adalah sama dan menggunakannya sebagai analog untuk awal Tata Surya," jelasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, pengamatan inframerah pada bintang yang baru lahir, dibidik oleh teleskop khusus yang mampu menunjukkan keberadaan molekul organik dan air.
0 komentar:
Posting Komentar
No sara :)