Sejarah Nabi Muhammad SAW
Lagi-lagi sebuah sejarah
  dilupakan, seakan-akan mereka tidak pernah tahu atau mungkin tidak mau tahu,
  ini adalah sejarah yang tak boleh dilupakan, karena inilah sebab awal
  penciptaan dan akhir penciptaan, ia bermula 14 abad yang lalu di sebuah kota
  kecil, sebuah kota yang panas dan tandus yang dipenuhi dengan penyembahan
  terhadap kayu-kayu dan batu-batu yang tak dapat berbuat apa-apa dan juga
  disana terdapat sebuah kotak hitam yang dikelilingi oleh “berhala-berhalaâ€
  yang sekarang telah berubah wujud tapi memiliki wujud “berhala†yang sama.
  Sungguh tak terpikirkan betapa bodoh manusia zaman itu, ialah sebuah jazirah
  yang disebut jazirah Arabia, perbuatan buruk dan haram, perampokan,
  pembunuhan bayi,minum-minuman keras, yang memusnahkan segala kebajikan dan
  moral menempatkan masyarakat jazirah Arabia ini dalam situasi kemerosotan
  yang luar biasa. Mereka terpecah-pecah menjadi kabilah-kabilah (bani/kaum).
  
  
  
I. Kelahiran Sang Nabi
  
Pada saat yang sangat kritis ini
  muncullah sebuah bintang pada malam yang gelap gulita, sinarnya semakin
  terang membuat malam menjadi terang benderang, ia bukan bintang yang biasa,
  tapi bintang yang sangat luar biasa, bahkan matahari di siang haripun malu
  menampakkan sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang
  terlahirkan  ke muka bumi, ialah cahaya
  dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia dikenal dengan Nama
  Muhammad, menurut sejarawan bintang ini tepat terlahir tanggal 17 Rabi’ul Awwal
  (12 Rabi’ul awwal menurut mazhab sunni) 570 M, bintang ini tak pernah padam
  walaupun 14 abad setelah ketiadaannya, bahkan ia semakin terang dan semakin
  terang, dari bintang ini terlahir 13 bintang yang lain, yang selalu menjadi
  hujjah bagi bintang-bintang yang sulit bersinar lainnya di setiap zamannya.
  Ia memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid melalui
  anaknya Ismail AS, yang dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara
  dari perbuatan-perbuatan mensekutukan Tuhan. Ia begitu suci sehingga Tuhan
  memerintahkan kepada Para Malaikat dan Jin untuk bersujud kepada Adam, karena
  cahayanya dibawa oleh Adam AS untuk disampaikan kepada maksud, ia adalah
  rencana Tuhan yang teramat besar yang langit dan bumi pun tak kan sanggup
  memikulnya.
  
Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi dengan
  kejadian-kejadian yang luarbiasa, dimulai dengan peristiwa  padamnya api “abadi†di kerajaan Persia,
  hancurnya sesembahan batu di sana, dan penyerangan pasukan bergajah untuk
  menghancurkan Ka’bah, yang di kemudian hari menjadi kiblat baginya dan
  ummatnya sampai akhir zaman, namun tentara yang besar ini dihancurkan oleh
  burung-burung yang dikirimkan oleh Sang Pemilik kiblat (Ka’bah), karenanya
  tahun ini dinamakan tahun Gajah. Sudah menjadi tradisi kelahiran manusia luar
  biasa harus juga didahului peristiwa yang luar biasa. Muhammad namanya,
  ayahnya bernama Abdullah,  Ibundanya
  Aminah, kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang mulia yang merupakan
  keturunan Jawara Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir kedunia hanya untuk
  membawa nur Muhammad dan “meletakkannya†ke dalam rahim Aminah, Sang isteri
  saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia besar.  Setelah lama kepergian sang suami, sang
  isteri merasakan kesepian yang amat dalam, walaupun suaminya selalu berkirim
  surat. Namun pada saat lain surat tidak lagi ia terima, begitu riang hatinya
  ternyata ia melihat rombongan dagang suaminya telah pulang, tapi Ia amat
  terkejut karena tak dilihatnya suaminya, datanglah seseorang dari rombongan
  tersebut yang menyampaikan berita kepada Aminah, mulutnya begitu berat untuk
  mengucapkan kata – kata ini kepada wanita ini, ia tidak sanggup
  mengutarakannya, namun akhirnya terucap juga bahwa sang suami telah berpulang
  ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di abwa. 
  
Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak
  sanggup menahan tangisnya, ia menangis menahan sedih dan tak  makan 
  beberapa hari, namun ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita datang
  dan berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik – baik.
  Ia berulang kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah
  Maryam binti Imran (Ibu Isa as). Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata
  : “Kelak  bayi yang ada didalam rahimmu
  akan menjadi manusia paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik – baik
  hingga kelahirannya. 
  
 Saat 
  ayahanda Muhammad yang mulia ini Wafat dalam usia 20 tahun (riwayat
  lain – 17 tahun), sang bintang kita ini sedang berada dalam kandungan ibunya,
  beberapa tahun kemudian Bunda Sang bintang menyusul suaminya dan dimakamkan
  di Abwa juga. Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh
  kakeknya, belum lagi hilang duka setelah ditinggal Sang Bunda, ia pun harus
  kehilangan kakeknya ketika umurnya belum lagi menginjak delapan tahun.
  Setelah kepergian sang kakek, sang bintang (Muhammad) diasuh oleh pamannya,
  Abu Tholib, seorang putra Abdul Mutholib yang pertama menyatakan keimanannya
  kepada kemenakannya sendiri (Muhammad). Pemandu ilahi selalu saja dipilihkan
  oleh Ilahi untuk memiliki profesi sebagai seorang gembala, melalui profesi
  ini beliau mengarungi beberapa waktu kehidupannya untuk menjadi “gembalaâ€
  domba yang lebih besar, inilah pilihan Ilahi yang memilihkan baginya sebuah
  jalan dimana hal ini penting bagi orang yang akan berjuang melawan orang-orang
  hina yang berpikiran sampai menyembah aneka batu dan pohon, ilahi
  menjadikannya kuat sehingga tidak menyerah kepada apapun kecuali
  keputusan-Nya. Ada penulis sirah yang mengutip kalimat Nabi berikut ini, “
  Semua Nabi pernah menjadi gembala sebelum beroleh jabatan kerasulan.†Orang
  bertanya kepada Nabi,†Apakah Anda juga pernah menjadi gembala?†Beliau
  menjawab,†Ya. Selama beberapa waktu saya menggembalakan domba orang Mekah di
  daerah Qararit.â€
  
Sang bintang terlahir bukan dari
  kalangan orang yang teramat kaya, belum lagi ia dilahirkan sebagai seorang
  yatim, dan  telah kehilangan Ayah, Ibu
  di masa kecil sebagai tempat bernaung, apa yang dapat dikatakan oleh anak
  kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya sedangkan dia sendiri masih
  membutuhkan naungan kedua orang tua dan kasih sayang mereka. Mari kita masuk
  ke jazirah Arabia lebih jauh lagi, kita dapat melihat bahwa kondisi keuangan
  Muhammad terbilang cukup sulit. Muhammad terkenal dengan kemuliaan rohaninya,
  keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di masyarakat sebagai
  “orang jujur†(al-Amin), ia menjadi salah seorang kafilah dagang Khodijah
  yang terpercaya dan Khodijah memberikan dua kali lipat dibandingkan yang
  diberikannya kepada orang lain. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan
  Khodijah, siap bertolak, kafilah tiba di tempat tujuan. Seluruh anggotanya
  mengeruk laba. Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain.
  Kafilah kembali ke Makkah. Dalam perjalanan, Sang bintang melewati negeri ‘Ad
  dan Tsamud. Keheningan kematian yang menimpa kaum pembangkang itu mengundang
  perhatian sang bintang.
  
Kafilah mendekati Mekah, Maisarah,
  berkata kepada sang Bintang, “Alangkah baiknya jika Anda memasuki Mekah
  mendahului kami dan mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan keuntungan
  besar yang kita dapatkan.†Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di
  kamar atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi
  menyampaikan, dengan menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan.
  Maisarah menceritakan tentang Kebesaran jiwa Al-Amin selama perjalanan dan
  perdagangan. Maisarah menceritakan “Di Busra, Al-Amin duduk di bawah pohon
  untuk istirahat. Seorang pendeta, yang sedang duduk di biaranya, kebetulan
  melihatnya. Ia datang seraya menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia
  berkata, ‘Orang yang duduk di bawah naungan pohon itu adalah nabi, yang
  tentangnya telah saya baca banyak kabar gembira di dalam Taurat dan Injil.
  
Kemudian Khodijah menceritakan apa
  yang didengarnya dari Maisarah kepada Waraqah bin Naufal, si hanif dari
  Arabia. Waraqah mengatakan, “Orang yang memiliki sifat-sifat itu adalah nabi
  berbangsa Arab.
  
II.
  Pernikahan
  
Kebanyakan sejarawan
  percaya bahwa yang menyampaikan lamaran Khadijah kepada Nabi ialah Nafsiah
  binti ‘Aliyah sebagai berikut:
  
“Wahai Muhammad!
  Katakan terus terang, apa sesungguhnya yang menjadi penghalang bagimu untuk
  memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa!†Apakah
  anda akan menyambut dengan senang hati jika saya mengundang Anda kepada
  kecantikan, kekayaan, keanggunan, dan kehormatan ?†Nabi menjawab,â€Apa maksud
  Anda?†Ia lalu menyebut Khodijah. Nabi lalu berkata,†Apakah Khodijah siap untuk
  itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh berbeda?†Nafsiah berujar “Saya
  mendapat kepercayaan dari dia, dan akan membuat dia setuju. Anda perlu
  menetapkan tanggal perkawinan agar walinya (‘Amar bin Asad) dapat mendampingi
  Anda beserta handai tolan Anda, dan upacara perkawinan dan perayaan dapat
  diselenggarakan".
  
Kemudian Muhammad
  membicarakan hal ini kepada pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta yang agung
  pun diselenggarakan, sang paman yang mulia ini menyampaikan pidato,
  mengaitkannya dengan puji syukur kepada Tuhan. Tentang keponakannya, ia
  berkata demikian, “Keponakan saya Muhammad bin ‘Abdullah lebih utama daripada
  siapapun di kalangan Quraisy. Kendati tidak berharta, kekayaan adalah
  bayangan yang berlalu, tetapi asal usul dan silsilah adalah permanen".
  
Waraqah, paman
  Khodijah, tampil dan mengatakan sambutannya, “Tak ada orang Quraisy yang
  membantah kelebihan Anda. Kami sangat ingin memegang tali kebangsawanan
  Anda.†Upacara pun dilaksanakan. Mahar 
  ditetapkan empat puluh dinar-ada yang mengatakan dua puluh ekor unta.
  
Sang bintang
  sekarang mulai dewasa, ia mempunyai seorang istri yang begitu lengkap
  kemuliaannya, dari perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua
  putra, Qasim, dan Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib, dan At-Thahir. Tiga
  orang putrinya masing-masing Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah.
  Kedua anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Rosul.
  
Ketika umur sang
  bintang mulai menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke
  Ka’bah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan.
  Dinding ka’bah mengalami kerusakan. Orang Quraisy memutuskan untuk membangun
  Ka’bah tapi takut membongkarnya. Walid bin Mughirah, orang pertama yang
  mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar tempat suci tersebut. Ia merasa
  takut dan gugup. Orang Mekah menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika ternyata
  Walid tidak menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin bahwa
  tindakannya telah mendapatkan persetujuan Dewa. Mereka semua lalu ikut
  bergabung meruntuhkan bangunan itu. Pada saat pembangunan kembali ka’bah,
  diberitahukan pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam pembangunan kembali
  Ka’bah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan yang diperoleh secara halal. Uang
  yang diperoleh lewat cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak
  boleh dibelanjakan untuk tujuan ini.†
  Terlihat bahwa ini adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui
  tentang kekayaan yang diperoleh secara tidak 
  halal, tetapi kenapa mereka masih melakukan hal demikian, inipun
  terjadi di zaman ini, di Indonesia, rakyat ataupun pemerintahnya mengetahui
  tentang halal dan haramnya suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah
  dan benar, tapi mereka masih saja melakukan perbuatan itu walaupun tahu itu
  adalah salah.
  
Mari kita kembali
  lagi menuju Mekah, ketika dinding ka’bah telah dibangun dalam batas
  ketinggian tertentu, tiba saatnya untuk pemasangan Hajar Aswad pada
  tempatnya. Pada tahap ini, muncul perselisihan di kalangan pemimpin suku.
  Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas
  melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri. Karena hal ini,
  maka pekerjaan konstruksi tertunda lima hari. Masalah mencapai tahap kritis,
  akhirnya seorang tua yang disegani di antara Quraisy, Abu Umayyah bin
  Mughirah Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin Quraisy seraya
  berkata,â€Terimalah sebagai wasit orang pertama yang masuk melalui Pintu
  Shafa.†(buku lain mencatat Bab as-salam). Semua menyetujui gagasan ini.
  Tiba-tiba Muhammad muncul dari pintu. Serempak mereka berseru, “Itu Muhammad,
  al-Amin. Kita setuju ia menjadi wasit!â€
  
Untuk menyelesaikan
  pertikaian itu, Nabi meminta mereka menyediakan selembar kain. Beliau
  meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri, kemudian
  meminta tiap orang dari empat sesepuh Mekah memegang setiap sudut kain itu.
  Ketika Hajar Aswad sudah diangkat ke dekat pilar, Nabi meletakkannya pada
  tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini, beliau berhasil
  mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir pecah menjadi peristiwa berdarah.
  
Tuhan, Sang Maha
  Konsep sudah membuat konsep tentang semua ini, tanda-tanda seorang bintang
  telah banyak ia tampakkan pada diri Muhammad, dari batinnya yang mulia sampai
  pada bentuk lahirnya yang indah. Kesabaran yang diabadikan di dalam Kitab
  suci menjadi bukti yang tak terbantahkan, bahwa ia adalah manusia sempurna,
  dalam wujud lahiriah (penampakan), maupun batinnya. Tidak setitik cela
  apalagi kesalahan selama hidupnya, Sang Maha Konsep benar-benar telah
  mengonsepnya menjadi manusia ‘ilahi’. Al-Amin telah dikenal oleh masyarakat
  Mekah, sebagai manusia mulia, sebagai manifestasi wujud kejujuran mutlak.
  Sebelum pengutusannya menjadi Rosul, Muhammad selalu mengamati tanda
  kekuasaan Tuhan, dan mengkajinya secara mendalam, terutama mengamati
  keindahan, kekuasaan, dan ciptaan Allah dalam segala wujud. Beliau selalu
  melakukan telaah mendalam terhadap 
  langit, bumi dan isinya. Beliau selalu mengamati masyarakatnya yang
  rusak, dan hancur, beliau mempunyai tugas untuk menghancurkan segala bentuk
  pemberhalaan. Apalah kiranya yang membuat masyarakatnya seperti ini, ia
  mengembalikan semua ini kepada Tuhan, yang menurutnya tak mungkin sama dengan
  manusia.
  
Gunung Hira,
  puncaknya dapat dicapai kurang lebih setengah jam, gua ini adalah saksi atas
  peristiwa menyangkut “sahabat karibâ€-nya (Muhammad), gua ini menjadi saksi
  bisu tentang wahyu, dan seakan-akan ia ingin berkata,†disinilah dulu anak
  Hasyim itu tinggal, yang selalu kalian sebut-sebut, disinilah ia diangkat
  menjadi Rosul, disinilah Al-Furqon pertama kali dibacakan, wahai manusia,
  bukankah aku telah mengatakannya, kalianlah (manusia) yang tak mau
  menengarkannya, kalian menutup telinga kalian rapat-rapat, dan
  menertawakanku, sedangkan sebagian dari kalian hanya menjadikan aku sebagai
  museum sejarah.“kata saksi bisu.
  
III. Diangkat Menjadi Rasul
  
Hira, tempat diturunkannya kalimat
  Tuhan Yang Maha Sakti, kalimat yang membuat iblis berputus asa untuk
  menyesatkan manusia, kalimat yang dengannya alam semesta berguncang.
  Al-Qur’an, susunan kalimatnya yang mengandung makna yang banyak telah membuat
  tercengang manusia-manusia manapun di jagat raya, yang mengakui kebenarannya,
  akan mengikutinya, sedangkan yang tidak mengakuinya harus tunduk atas
  kebenarannya, dan bagi mereka yang menolak, dengan cara apapun akan sia-sia,
  dan celaka. Jibril (Ruh Al-Qudus) 
  diutus Tuhan semesta Alam, Sang Pemilik Konsep, untuk menyampaikan
  kalimat-Nya secara berangsur-angsur kepada Al-amin yang berada di Gunung
  Hira’. Al-Amin telah mempersiapkan dirinya 
  selama empat puluh tahun untuk memikul tugas yang maha berat ini,
  Jibril datang kepadanya dengan membawa beberapa kalimat dari Tuhannya. Ialah
  kalimat pertama yang dikemukakan dalam Al-qur’an sebagai berikut 
  
“Bacalah dengan  [ menyebut] nama Tuhanmu yang menciptakan.
  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
  dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajari [manusia]
  dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
  yang tidak diketahuinyaâ€. 
  
  
Ayat
  ini dengan tegas menyatakan tentang program Nabi, dan menyatakan dalam
  istilah-istilah jelas bahwa fondasi
  agamanya diberikan dengan pengkajian, pengetahuan, kebijaksanaan, dan
  penggunaan pena.
  
Muhammad, pembawa berita bahagia,
  ancaman, dan perintah merupakan manusia teladan sepanjang masa, ia adalah
  manusia dalam wujud Ilahiah, utusan Tuhan yang kepadanya ummat manusia
  memohonkan syafa’at. Tidak satupun mahkluq yang mencapai kesempurnaan yang
  dicapai Muhammad, sejak kecil ia telah memperlihatkan ketulusan, kejujuran,
  manusia yang seumur hidupnya tidak pernah berbohong, yang tidak pernah
  menghianati janji, dan sayang kepada yang miskin.
  
Malaikat Jibril menyelesaikan
  tugasnya menyampaikan wahyu itu, dan Muhammad pun turun dari Gua Hira menuju
  rumah “Khodijahâ€. Jiwa agung Nabi disinari cahaya wahyu. Beliau merekam di
  hatinya apa yang didengarnya dari malaikat Jibril. Setelah kejadian ini,
  Jibril menyapanya,â€Wahai Muhammad! Engkau Rosul Allah dan aku Jibrilâ€.
  Muhammad menerima kalimat Tuhannya secara bertahap, secara berangsur-angsur,
  fakta sejarah mengakui bahwa di antara wanita, Khodijah adalah wanita yang
  pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang memeluk Islam adalah ‘Ali.
  
Muhammad mengadakan perjamuan
  makan dengan kerabatnya, selesai makan, beliau berpaling kepada para sesepuh
  keluarganya dan memulai pembicaraan dengan memuji Allah dan memaklumkan
  keesaan-Nya. Lalu beliau berkata,†Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tak
  pernah berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah demi Allah yang tak ada sekutu
  bagi-Nya bahwa saya diutus oleh Dia sebagai Rosul-Nya, khususnya kepada Anda
  sekalian dan umumnya kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat saya! Anda
  sekalian akan mati. Sesudah itu, seperti Anda tidur, Anda akan dihidupkan
  kembali dan akan menerima pahala menurut amal Anda. Imbalannya adalah surga
  Allah yang abadi (bagi orang lurus) dan neraka-Nya yang kekal(bagi orang yang
  berbuat jahat). “Lalu beliau menambahkan, “Tak ada manusia yang pernah
  membawa kebaikan untuk kaumnya ketimbang apa yang saya bawakan untuk Anda.
  Saya membawakan kepada Anda rahmat dunia maupun Akhirat. Tuhan saya
  memerintahkan kepada saya untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah diantara
  Anda sekalian yang akan menjadi pendukung saya sehingga ia akan menjadi
  saudara, washi (penerima wasiat), dan khalifah (pengganti) saya?â€.
  
Ketika pidato Nabi mencapai poin
  ini, kebisuan total melanda pertemuan itu. ‘Ali, remaja berusia lima belas
  tahun, memecahkan kebisuan itu. Ia bangkit seraya berkata dengan mantap,â€
  Wahai Nabi Allah, saya  siap mendukung
  Anda.†Nabi menyuruhnya duduk. Nabi mengulang tiga kali ucapannya, tapi tak
  ada yang menyambut kecuali ‘Ali yang terus melontarkan jawaban yang sama.
  Beliau lalu berpaling kepada kerabatnya seraya berkata,†Pemuda ini adalah
  saudara, washi, dan khalifah saya diantara kalian. Dengarkanlah kata-katanya
  dan ikuti dia". 
  
  
Pemakluman khilafah (imamah) ‘Ali di
  hari-hari awal kenabian Muhammad memperlihatkan bahwa dua kedudukan ini
  berkaitan satu sama lain. Ketika Rosulullah diperkenalkan kepada masyarakat,
  khalifahnya juga ditunjuk dan diperkenalkan pada hari itu juga. Ini dengan
  sendirinya menunjukkan bahwa kenabian dan imamah merupakan dua hal yang tak
  terpisahkan.
  
Peristiwa diatas membuktikan heroisme
  spiritual dan kebenaran ‘Ali. Karena, dalam pertemuan di mana orang-orang tua
  dan berpengalaman tenggelam dalam keraguan dan keheranan, ia menyatakan
  dukungan dan pengabdian dengan keberanian sempurna dan mengungkapkan
  permusuhannya terhadap musuh Nabi tanpa menempuh jalan politisi yang
  mengangkat diri sendiri. Kendati waktu itu ia yang termuda diantara yang
  hadir, pergaulannya yang lama dengan Nabi telah menyiapkan pikirannya untuk
  menerima kenyataan, sementara para sesepuh bangsa ragu-ragu untuk
  menerimanya.
  
Setelah  berdakwah kepada kaum kerabatnya, Nabi
  berdakwah terang-terangan kepada kaum Quraisy. Muhammad, berbekal kesabaran,
  keyakinan, kegigihan, dan keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak
  menghiraukan orang-orang musrik yang terus menghardik dan mengejeknya. Banyak
  yang cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan Muhammad, suatu saat
  Abu Tholib sedang duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang
  mendatangi rumah Abu Tholib membuka pembicaraan dengan berkata,†Wahai Abu
  Tholib! Muhammad mencerai-beraikan barisan kita dan menciptakan perselisihan
  diantara kita. Ia merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika
  ia melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan
  harta berlimpah kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap
  menerimanya sebagai penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila
  ia sakit dan membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib ahli untuk
  merawatnya…â€.
  
Abu Tholib berpaling kepada Nabi
  seraya berkata,“ Para sesepuh anda datang untuk meminta Anda berhenti
  mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggu Anda.†Nabi menjawab,â€
  Saya tidak menginginkan apa pun dari mereka. Bertentangan dengan empat
  tawaran itu, mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan itu
  mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa Ajam sebagai
  pengikut mereka.†Abu Jahal bangkit sambil berkata, “ Kami siap sepuluh kali
  untuk mendengarnya.†Nabi menjawab,†Kalian harus mengakui keesaan Tuhan.â€
  Kata-kata tak terduga dari Nabi ini laksana air dingin ditumpahkan ke ceret
  panas. Mereka demikian heran, kecewa, dan putus asa sehingga serentak mereka
  berkata,†Haruskah kita mengabaikan 360 Tuhan dan menyembah kepada satu Allah
  saja?â€
  
Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu
  Tholib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus memikirkan cara
  untuk mencapai tujuan mereka. Dalam ayat berikut, kejadian itu dikatakan,
  
“Dan mereka heran karena mereka
  kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka; dan orang-orang
  kafir berkata,’Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia
  menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini
  benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.’ Dan pergilah
  pemimpin-pemimpin mereka [seraya berkata], ‘Pergilah kamu dan tetaplah
  [menyembah] tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang
  dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir
  ini; ini(mengesakan Allah) tidak lain kecuali dusta yang diada-adakan.†
  
  
Banyak sekali contoh penganiayaan dan
  penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi penganiayaan baru.
  Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu
  menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret beliau ke
  luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani
  Hasyim.  Dan masih banyak lagi. Nabi
  menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati beliau mendapat
  dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan –
  pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya
  orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka berbagai suku
  menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Maka ketika para
  sahabatnya meminta nasihatnya menyangkut hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia
  akan lebih mantap. Penguasanya kuat dan adil, dan tak ada orang yang ditindas
  di sana. Tanah negeri itu baik dan bersih, dan Anda boleh tinggal di sana
  sampai Allah menolong Anda.
  
Pasukan Syirik Quraisy kehabisan akal
  untuk menghancurkan Muhammad, maka mereka melakukan propaganda anti Muhammad,
  diantaranya mereka memfitnah Nabi, Bersikeras menjuluki Nabi Gila, larangan
  mendengarkan Al-Qur’an, menghalangi orang masuk Islam, sehingga Allah
  mengabadikan perkataan orang-orang keji ini dan menunjukkan sesatnya
  perkataan mereka, dalam Al-Qur’an Allah berfirman 
  
“Demikianlah, tiada seorang rosul pun
  yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka selain mengatakan,’ Ia
  adalah seorang tukang sihir atau orang gila.’ Apakah mereka saling berpesan
  tentang apa yang dikatakan itu ? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui
  batas.†
  
  
Kaum
  Quraisy pun gagal melakukan berbagai macam cara untuk menghalangi usaha
  Muhammad, dan menghalangi orang-orang untuk mengikuti agama Tuhan Yang Esa.
  Mereka pun melakukan Blokade ekonomi yang membuat banyak kaum muslim,
  terutama kaum wanita dan anak-anak kelaparan. Nabi dan para pengikutnya masuk
  ke Syi’ib Abu Tholib, yang diikuti pendamping hidupnya, Khodijah, dengan
  membawa serta Fatimah AS. Orang-orang Quraisy mengepung mereka di Syi’ib itu
  selama tiga tahun. Dan akhirnya tahun-tahun blokade itu pun berakhir. Dan
  keluarlah sang bintang bersama keluarga dan sahabatnya dari pengepungan.
  Allah telah menetapkan kemenangan bagi mereka, dan Khodijah pun berhasil pula
  keluar dari pengepungan dalam keadaan amat berat dan menderita, Beliau telah
  hidup dengan kehidupan yang menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum
  wanita. Ajal Khodijah sudah dekat. Allah telah memilihnya untuk mendampingi
  Rosulullah Saww., dan dia telah berhasil menunaikan tugas dengan baik.
  Khodijah akhirnya meninggal pada tahun itu juga. Yakni, pada saat kaum Muslim
  keluar dari blokade orang-orang Quraisy, tahun kesepuluh sesudah Kenabian.
  Pada tahun yang sama, paman Rosul (Abu Tholib) meninggal dunia, yang
  sekaligus sebagai pelindung dakwa Muhammad. Sungguh Nabi mengalami kesedihan
  yang amat berat. Beliau kehilangan Khodijah, dan juga pamannya yang menjadi
  pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka tahun ini dinamakan ‘Am Al-Huzn
  (Tahun Duka cita). Bukan hanya Rosul yang terpukul hatinya, Fatimah, yang
  belum kenyang mengenyam kasih sayang seorang ibu dan kelembutan belaiannya,
  ikut pula menanggungnya. Kedukaan menyelimuti dan menindihnya di tahun penuh
  kesedihan itu.Fatimah kehilangan ibundanya, berpisah dari orang yang menjadi
  sumber cintanya dan kasih sayangnya. Acap kali dia bertanya kepada
  ayahandanya,†Ayah, kemana Ibu?†Kalau sudah begini, tangisnya pecah, air
  matanya meleleh, dan kesedihan menerpa hatinya. Rosul merasakan betapa berat
  kesedihan yang ditanggung putrinya. Setelah wafatnya Abu Tholib kaum Kafir
  Quraisy semakin berani menganggu Muhammad, akhirnya Muhammad berhijrah ke
  Yastrib, peristiwa hijrahnya Nabi ke Yastrib, merupakan momen awal dari
  lahirnya negara Islam. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung jawab bagi
  keselamatan Nabi. Di bulan Robi’ul Awwal tahun ini, saat hijrahnya Nabi
  terjadi, tak ada seorang muslim pun yang tertinggal di Mekah kecuali Nabi,
  ‘Ali dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy atau karena
  sakit,dan lanjut usia.
  
Kaum Quraisy yang berada di Mekah
  akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh Muhammad di malam hari, dan
  masing-masing suku mempunyai wakil, sehingga Bani Hasyim tidak dapat menuntut
  balas atas kematian Muhammad. Orang-orang ini memang bodoh, mereka mengira
  Muhammad dapat dihancurkan hanya dengan cara seperti  ini, seperti urusan duniawi mereka. Jibril
  datang memberitahu Nabi tentang rencana kejam kaum kafir itu. Al-Qur’an
  merujuk pada kejadian itu dengan kata-kata,
  
“Dan [ingatlah] ketika
  orang-orang  kafir (Quraisy) memikirkan
  daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau
  mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu.
  Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. 
  
Ali berbaring melewati cobaan yang
  mengerikan demi keselamatan Islam 
  menggantikan Nabi, sejak sore. Ia bukan orang tua yang lanjut usia,
  tapi seorang anak muda yang begitu berani mengorbankan nyawanya untuk sang
  Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang pertama-tama beriman kepada
  Nabi, dialah orang yang rela berkorban untuk Nabi, Ali, sekali lagi ‘Ali.
  Kepadanya Nabi berkata,â€Tidurlah di ranjang saya malam ini dan tutupi tubuh
  Anda dengan selimut hijau yang biasa saya gunakan, karena musuh telah
  bersekongkol membunuh saya. Saya harus berhijrah ke Yastrib. ‘Ali menempati
  ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam lewat, empat puluh orang
  mengepung rumah nabi dan mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan
  rumah seperti biasanya, dan menyangka bahwa orang yang sedang tidur di kamar
  itu adalah Nabi.
  
IV.
  Hijrah
  
Kini tiba fajar. Semangat dan gairah
  besar tampak di kalangan musyrik itu. Mereka begitu yakin akan segera
  berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki kamar Nabi, yang menimbulkan
  suara gaduh. Serentak ‘Ali mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan
  selimutnya lalu berkata dengan sangat tenag,â€Apa yang terjadi ?†Mereka
  menjawab,â€Kami mencari Muhammad. Di mana dia?†’Ali berkata,†Apakah anda
  menitipkannya kepada saya sehingga saya harus menyerahkannya kembali kepada
  Anda? Bagaimanapun, sekarang ia tak ada di rumah.†Muhammad telah pergi jauh
  di luar pengetahuan mereka.
  
Nabi, tiba di Quba tanggal 12 Rabi’ul
  Awwal, dan tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-Hadam. Sejumlah Muhajirin dan
  Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi. Beliau tinggal di situ sampai akhir
  pekan. Sebagian orang mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah,
  tetapi beliau menunggu kedatangan ‘Ali. Orang Quraisy mengetahui hijrahnya
  ‘Ali dan rombongannya – diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti
  ‘Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib – karena itu, mereka
  memburunya dan berhadap-hadapan dengan dia di daerah Zajnan. Perselisihan pun
  terjadi dan ‘Ali berkata “Barangsiapa menghendaki tubuhnya terpotong-potong  dan darahnya tumpah, majulah! Tanda marah
  nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang merasa bahwa masalah telah
  menjadi serius, mengambil sikap damai dan berbalik pulang.†Ketika ‘Ali tiba
  di Quba, kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan Makah Madinah
  dengan berjalan kaki. Nabi dikabari bahwa, ‘Ali telah tiba tapi tak mampu
  menghadap beliau. Segera nabi ke tempat ‘Ali lalu merangkulnya. Ketika
  melihat kaki ‘Ali membengkak, air mata Nabi menetes".
  
Penduduk Yastrib – yang kemudian
  berganti menjadi nama Madinah -  
  menyambut  kedatangan Nabi.
  Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini.
  Disinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad
  menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela
  meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini
  menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat
  siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai
  dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad
  yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir
  Quraisy dengan Iman yang membara. Pada perang Badar ‘al-washi (‘Ali) dan
  Hamzah tampil menghadapi pemberani kafir Quraisy,  dalam sepucuk suratnya kepada Muawiyah,
  ‘Ali mengingatkannya dalam kata-kata ‘Pedang saya yang saya gunakan untuk
  membereskan kakek anda dari pihak ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah),
  paman anda dari pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda (Hanzalah) masih
  ada pada saya. Pada perang Uhud Nabi dan lagi-lagi Hamzah dan ‘Ali tidak
  pernah Absen, ‘Ali adalah pembawa panji dalam setiap peperangan. Nabi
  mengungkapkan nilai pukulan ‘Ali pada perang Khandaq (parit) – disebut juga
  dengan Ahzab – kepada ‘Amar bin ‘Abdiwad itu,†Nilai pengorbanan itu melebihi
  segala perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat kekalahan jagoan
  kafir terbesar itu kaum Muslim menjadi terhormat dan kaum kafir menjadi aib
  dan terhina". 
  
  
V. Benteng
  Khaibar
  
Pada perang Khaibar ketika semangat
  kaum muslim  mengendur dan merasa tidak
  mampu untuk menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu dengan
  gelisah dan ketakutan, karena sebelumnya Abu Bakar dan Umar tidak ada yang
  mampu menghancurkan benteng, bahkan ‘Umar memuji keberanian pemimpin benteng,
  Marhab,yang luar biasa yang membuat Nabi dan para komandan Islam kecewa atas
  pernyataan ‘Umar ini.
  
Kebisuan orang-orang sedang menunggu
  dengan gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi,†Dimanakah ‘Ali? “ Dikabarkan
  kepada beliau bahwa ‘Ali menderita sakit mata dan sedang beristirahat di
  suatu pojok. Nabi bersabda,†Panggil dia.†‘Ali diangkut dengan unta dan
  diturunkan di depan kemah Nabi.†Pernyataan ini menunjukkan sakit matanya
  demikian serius sampai tak mampu berjalan. Nabi menggosokkan tangannya ke
  mata ‘Ali seraya mendoakannya. Mata ‘Ali langsung sembuh dan tak pernah sakit
  lagi sepanjang hidupnya. Nabi memerintahkan ‘Ali maju, menurut riwayat pintu
  benteng Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60 inci, dan lebarnya 30
  inci. Mengutip kisah pencabutan pintu benteng Khaibar itu dari ‘Ali melalui
  jalur khusus,†Saya mencabut pintu Khaibar dan menggunakannya sebagai perisai.
  Seusai pertempuran, saya menggunakannya sebagai jembatan pada parit yang
  digali kaum Yahudi.†Seseorang bertanya kepadanya,†Apakah Anda merasakan
  beratnya?†‘Ali menjawab,†Saya merasakannya sama berat dengan perisai saya.â€
  Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa lain selain peperangan untuk melawan
  kebejatan kaum kafir Quraisy, banyak juga peristiwa yang menggembirakan,
  misalnya peristiwa pernikahan al-Washi dan Fatimah, putri Nabi, perubahan
  kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah di Makah. Selain serangan dari luar Kota
  Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota selalu mencoba melakukan
  rongrongan terhadap pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun Sang Maha
  Konsep telah menentukan Drama yang berbeda, walaupun mereka mencoba
  memadamkan nur cahaya-Nya, namun Ia
  terus menerangi Nur Cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu benci.
  
VI. Fath Makkah
  
Tahun kedelapan Hijrah, perjanjian
  Hudaibiyah dikhianati oleh orang-orang Quraisy mekah, Nabi segera
  mengeluarkan perintah kesiagaan umum. Beliau siapkan pasukan besar yang belum
  pernah disaksikan kehebatannya selama ini. Ketika pasukan telah lengkap dan
  siap bergerak, Nabi pun menyampaikan bahwa sasarannya adalah Mekah. Pasukan
  bergerak laksana migrasi kawanan burung menuju arah selatan. Nabi
  memerintahkan kepada pasukannya yang berjumlah 10.000 orang untuk membagi
  diri, dan menyalakan api unggun di malam hari agar pasukan musuh melihat
  betapa besar pasukan musuh tersebut.
  
Di dekat kuburan Abu Tholib dan
  Khodijah yang terletak di punggung Mekah, kaum muslimin membuat kubah untuk
  Nabi. Dari kubah inilah Nabi mengamati dengan cermat arus pasukan Islam yang
  masuk ke kota dari empat penjuru.
  
Makkah... Membisu di depan Nabi dan
  pendukungnya. Ya Mekah membisu dan tidak lagi menyerukan teriakan
  Fir’aun-fir’aun, digantikan hiruk pikuk suara 10.000 prajurit Muslim yang
  menggema yang seakan-akan sedang menunggu kedatangan sahabatnya
  
Gua itu menatap kepada orang yang dulu
  berada dalam perutnya dalam keadaan terusir yang kini telah berdiri tegap
  dengan gagah dan dikelilingi puluhan ribu pengikut dan pembelanya.
  
Nabi memasuki Mekah dan bertawaf,
  menghancurkan berhala-berhala bersama al-Washi, tidak ada darah yang
  tertumpah. Orang-orang Quraisy yang berada di Makkah menunggu bibir Muhammad
  berucap tentang mereka, apakah yang akan terjadi pada mereka, namun bibir itu
  begitu mulia untuk menjatuhkan hukuman, ia memberikan kepada mereka yang
  telah memeranginya pengampunan dan beliau berkata “... Pergilah, Anda
  semua  adalah orang-orang yang
  dibebaskan!â€
  
Kini, di Shafa, laki-laki yang telah
  membuat sejarah itu telah kembali, berdiri di depan kehidupannya yang sarat
  dengan berbagai peristiwa dan yang ditangannya tergenggam masa depan yang
  gemilang. Selama dua puluh tahun penggembalaannya tak pernah henti, ia tak
  pernah merasakan letih, kesabarannya begitu tinggi, tak pernah menyerah.
  Orang –orang Quraisy berdesak-desakkan di bukit Shafa untuk memberikan
  Ba’iat.
  
Setelah penaklukan Mekah masih ada
  beberapa peperangan besar berlanjut – semasa hidup Nabi - yaitu Hunain,
  Tabuk. Al-Washi tampil dengan gagah perkasa dalam peperangan ini, sesudah
  membuat kocar-kacir musuh, al-washi segera menghambur untuk bergabung dengan
  Nabi, ia memutari Nabi, dan menghambur membabat musuh untuk melindungi Nabi,
  dan pada kali yang lain menemui prajurit musuh yang lari dan menghadang
  kejaran musuh. Sesudah itu kembali memutari Nabi. Nabi memanggil
  sahabat-sahabatnya yang lari cerai-berai “ Ayyuhan Nas, mau kemana kalian ?â€
  Wahai orang-orang yang ikut bai’at al-Ridwan! Wahai, orang-orang yang
  kepadanya diturunkan surat Al-Baqarah! Wahai orang-orang yang berbaiat di
  bawah pohon...! orang-orang Madinah yang gagah berani segera sadar akan diri
  mereka! Dan ingat bahwa hingga saat ini mereka adalah tulang punggung Nabi.
  Kini Nabi memanggil mereka di tengah 12.000 orang prajurit, dua ribu
  diantaranya adalah kaum kerabatnya. Mereka segera menghambur ke arah Nabi
  menyambut panggilannya dengan, “Labbaik, Labbaik... Kami datang, kami
  datang...!â€
  
Pasukan Islam kembali memenangkan
  pertempuran, peran individual Muhammad dalam menyampaikan risalah agungnya
  telah selesai, dan kini – tidak bisa – tidak di harus melihat pasukannya,
  untuk kesekian kalinya, mengingat dan mengenang kembali pelajaran yang telah
  diberikannya selama dua puluh tiga tahun, agar di bisa mengevaluasidan
  menelitinya kembali.
  
VII. Haji Wada
  
Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama
  Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musrik pun yang ikut didalamnya,
  untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan
  sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan .. sekaligus
  inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji meninggalkan
  Madinah tanggal 25 Dzulqa’idah , Nabi disertai semua isterinya, menginap satu
  malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai
  bergerak... seluruh padang terisi gema suara mereka  yang mengucapkan,â€Labbaik, Allahumma
  labaik... Labbaik, la syarika laka, ! Aku datang memenuhi panggilanmu, Allahumma,
  ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu...Labbaik,
  aku datang memenuhi panggilan-Mu. Segala puji, kenikmatan, dan
  kemaharajaan, hanya bagi-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu... Labbaik, aku
  datang memenuhi panggilan-Mu...†Langit, hingga hari itu, belum pernah
  menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih
  dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan – dibawah sengatan Matahari yang
  amat terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang –
  bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan  paling indah dari satu warna yang menghiasi
  kehidupan manusia. Dan sejarah, adalah kakek tua yang terbelenggu dalam
  pengabdian terhadap kepentingan-kepentingan. Ia adalah tukang cerita yang
  membacakan hikayat-hikayat Fir’aun, Kisra dan Kaisar.  Sejarah sekali melihat Muhammad dan
  orang-orang yang bergerak bersamanya 
  dengan heran! Aneh sekali. Pasukan apa ini? Komandan berjalan kaki
  kelelahan, dan pengikut-pengikutnya 
  pun demikian pula. Nabi memang berjalan kaki bersama umatnya. Sejarah
  memang mendengar bahwa “penguasa†itu berada di tengah-tengah pasukan itu,
  tapi ketika dicari-carinya, dia tak bisa menemukannya. Rombongan itu masuk
  Mekah 4 Dzulhijjah, disitu telah berkumpul Allah, Ibrahim, Ka’bah dan
  Muhammad. Dia juga ingin memperlihatkan kepada Ibrahim, bahwa karya besarnya,
  kita sudah diantarkan kepada Maksud.
  
Matahari tepat di tengah siang hari
  itu. Seakan-akan ia menumpahkan seluruh cahayannya yang memakar ke atas
  kepala semua orang. Nabi berdiri di depan lebih dari 100.000 orang. Laki-laki
  dan perempuan yang mengelilinginya. Nabi memulai pidatonya, Rosulullah
  berkata,â€Tahukah kalian, bulan apa ini ?â€
  
Mereka serentak menjawab,â€Bulan
  Haram!†.....
  
...â€Ayyuhan Nas, camkan
  baik-baik perkataanku. Sebab, aku tidak tahu, mungkin aku tidak lagi akan
  bertemu dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat ini, untuk
  selama-lamanya... Ayyuhan Nas, sesungguhnya darah dan hartamu adalah
  haram bagimu hingga kalian menemui Tuhanmu sebagaimana diharamkannya hari dan
  bulanmu ini. Sesudah itu, kamu sekalian akan menemui Tuhanmu dan ditanya
  tentang amal-amalmu. Sungguh, aku telah sampaikan hal ini. Maka, barangsiapa
  yang masih mempunyai amanat, hendaknya segera disampaikan kepada orang yang
  berhak menerimanya.....â€
  
Akar-akar syirik telah dihapuskan dari
  Mekah, dan Mekah menjadi sebuah kota suci bagi kaum muslim, tempat
  berkumpulnya muslimin dari seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan pakaian
  yang sama, menuju Tuhannya, tidak ada perbedaan, baik kaya, miskin, raja,
  rakyat, semuanya sama dihadapan Tuhan, yang membedakannya adalah takwa.
  
Muhammad telah melaksanakan tugasnya,
  dan sekarang beliau berada di pembaringan, Nabi membuka mata seraya berkata
  kepada putrinya dengan suara pelan “Muhammad tidak lain hanyalah seorang
  Rosul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rosul. Apakah jika dia
  wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berpaling ke
  belakang, maka tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan
  Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukurâ€.[Petikan dari laman. fatimah.org]
 





 
 
0 komentar:
Posting Komentar
No sara :)