Hajar Aswad adalah batu berwarna hitam kemerah-merahan, terletak di
sudut selatan, sebelah kiri pintu Ka’bah. Ketinggiannya 1,10 m dari
permukaan tanah. Ia tertanam di dinding Ka’bah.
Dahulu, Hajar Aswad
berupa satu batu yang berdiameter ± 30 cm. Akibat berbagai peristiwa
yang menimpanya selama ini, sekarang Hajar Aswad tersisa delapan butir
batu kecil sebesar kurma yang dikelilingi oleh bingkai perak. Namun,
tidak semua yang terdapat di dalam bingkai adalah Hajar Aswad. Butiran
Hajar Aswad tepat berada di tengah bingkai. Butiran inilah yang disentuh
dan dicium oleh jamaah haji.
Hajar Aswad berasal dari surga.
Awalnya batu ini berwarna putih. Namun, dia menjadi hitam disebabkan
oleh dosa manusia. Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang
artinya, “Hajar Aswad turun dari surga dalam keadaan lebih putih
daripada susu. Lalu, dosa-dosa Bani Adam lah yang membuatnya hitam.”
Demikianlah, bagian dalam Hajar Aswad berwarna putih, sedangkan bagian
luarnya berwarna hitam.
Hajar Aswad selalu dimuliakan, baik pada masa Jahiliah, maupun setelah Islam datang.
Hingga, pada musim haji tahun 317 H, saat dunia Islam sangat lemah dan
bercerai berai, kesempatan ini dimanfaatkan oleh Abu Thahir Al-Qurmuthi,
seorang kepala salah satu suku Syi’ah Ismailiyah di Jazirah Arab bagian
timur, untuk merampas Hajar Aswad. Dengan 700 anak buah bersenjata
lengkap dia mendobrak Masjid Al-Haram dan membongkar Ka’bah secara paksa
lalu merebut Hajar Aswad dan mengangkutnya ke negaranya yang terletak
di kota Ahsa’ yang terletak di wilayah Bahrain, kawasan Teluk Persia
sekarang.
Kemudian, ia membuat maklumat dengan menantang umat Islam.
Inti dari maklumat itu, jika ingin mengambil Hajar Aswad, tebuslah
dengan sejumlah uang yang pada saat itu sangat berat bagi umat Islam
atau dengan perang. Baru setelah 22 tahun (tahun 339 H) batu itu
dikembalikan ke Mekah oleh Khalifah Abbasiyah Al-Muthi’ lillah setelah
ditebus dengan uang sebanyak 30.000 Dinar. Mereka membawanya ke Kufah,
lalu menggantungkannya ke tiang ke tujuh Masjid Jami’. Setelah itu,
mereka mengembalikannya ke tempat semula.
Penulis: Ristyandani
Referensi: Athlasul Hajj wal ‘Umrah, Dr. Sami Maghluts dan sumber lain.
Sumber: Majalah Tashfiyah, edisi 01, vol. 01 1432 H – 2011 M, hal. 84-86.
hajar aswad , mencium hajar aswad , hukum mencium hajar aswad , asal
usul haji , asal usul hajar aswad , asal usul naik haji , asal mula
ibadah haji , asal usul hajarul aswad, asal usul masjidil haram , asal
usul kabah , Asal usul , asal mula hukum , asal usul mencium hajar aswad
, hadist tentang mencium hajar aswad , hukum mencium hajar aswat , asal
usul ibadah haji , asal-usul , asal usul hukum , asal mula hajar aswat,
asal muasal ibadah haji
*****
HUKUM MENCIUM HAJAR ASWAD UNTUK MENCARI TABARRUK
Tanya :
Apakah hikmah mencium hajar aswad itu adalah tabarruk (mencari berkah)?
Jawab :
Hikmah thawaf telah dijelaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dengan sabdanya,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْيُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللهِ.
“Sesungguhnya Thawaf di Ka’bah, Sa’i di antara Shafa dan Marwah, dan
melontar jumroh itu dijadikan untuk menegakkan dzikrullah.”
Pelaku
Thawaf yang mengitari Baitullah itu dengan hatinya ia melakukan
pengagungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala yang menjadikannya selalu
ingat kepada Allah, semua gerak-geriknya, seperti melangkah, mencium dan
beristilam kepada hajar dan sudut (rukun) yamani dan memberi isyarat
kepada hajar aswad sebagai dzikir kepada Allah Ta’ala, sebab hal itu
bagian dari ibadah kepada-Nya. Dan setiap ibadah adalah dzikir kepada
Allah dalam pengertian umumnya. Adapun takbir, dzikir dan do’a yang
diucapkan dengan lisan adalah sudah jelas merupakan dzikrullah;
sedangkan mencium hajar aswad itu merupakan ibadah di mana seseorang
menciumnya tanpa ada hubungan antara dia dengan hajar aswad selain
beribadah kepada Allah semata dengan mengagungkan-Nya dan mencontoh
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hal itu, sebagaimana
ditegaskan oleh Amirul Mu’minin, Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu
ketika beliau mencium hajar aswad mengatakan, “Sesungguhnya aku tahu
bahwa engkau (hajar aswad) tidak dapat mendatangkan bahaya, tidak juga
manfa’at. Kalau sekiranya aku tidak melihat Rasulullah Shalallaahu
alaihi wasalam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.”
Adapun
dugaan sebagian orang-orang awam (bodoh) bahwa maksud dari mencium hajar
aswad adalah untuk mendapat berkah adalah dugaan yang tidak mempunyai
dasar, maka dari itu batil. Sedangkan yang dinyatakan oleh sebagian kaum
Zindiq (kelompok sesat) bahwa thawaf di Baitullah itu sama halnya
dengan thawaf di kuburan para wali dan ia merupakan penyembahan terhadap
berhala, maka hal itu merupakan kezindikan (kekufuran) mereka, sebab
kaum Muslimin tidak melakukan thawaf kecuali atas dasar perintah Allah,
sedangkan apa saja yang perin-tahkan oleh Allah, maka melaksanakannya
merupakan ibadah kepada-Nya.
Tidakkah anda tahu bahwa melakukan
sujud kepada selain Allah itu merupakan syirik akbar, namun ketika Allah
Subhannahu wa Ta’ala memerintahkan kepada para malaikat agar sujud
kepada Nabi Adam, maka sujud kepada Adam itu merupakan ibadah kepada
Allah Subhannahu wa Ta’ala dan tidak melakukannya merupakan kekufuran?!
Maka dari itu, thawaf di Baitullah adalah merupakan salah satu ibadah
yang paling agung, ia merupakan salah satu rukun di dalam haji,
sedangkan haji merupakan salah satu rukun Islam. Maka dari itu orang
yang thawaf di Baitullah pasti akan merasakan ketentraman karena
lezat-nya melakukan thawaf dan hatinya merasakan kedekatannya kepada
Rabb (Tuhan)nya, yang dengannya (thawaf itu) dapat diketahui
keagungan-Nya dan amat besarnya karunia-Nya. Wallahul musta’an.
( Ibnu Utsaimin: fatawal ‘aqidah, hal. 28-29. )
****
Kisah Pembangunan Ka’bah dan Peletakan Hajar Aswad
Ketika Rasulullah berusia tiga puluh lima tahun, beliau belum diangkat
oleh Allah sebagai seorang nabi. Waktu itu kota Makkah dilanda banjir
besar yang meluap sampai ke Masjidil Haram. Orang-orang Quraisy menjadi
khawatir banjir ini akan dapat meruntuhkan Ka’bah.
Selain itu,
bangunan Ka’bah dulunya belumlah beratap. Tingginya pun hanya sembilan
hasta. Ini menyebabkan orang begitu mudah untuk memanjatnya dan mencuri
barang-barang berharga yang ada di dalamnya.
Oleh karena itu bangsa
Quraisy akhirnya sepakat untuk memperbaiki bangunan Ka’bah tersebut
dengan terlebih dahulu merobohkannya.
Untuk perbaikan Ka’bah ini,
orang-orang Quraisy hanya menggunakan harta yang baik-baik saja. Mereka
tidak menerima harta dari hasil melacur, riba dan hasil perampasan.
Di awal-awal perbaikan, pada awalnya mereka masih takut untuk merobohkan
Ka’bah. Akhirnya salah seorang dari mereka yang bernama Al-Walid bin
Al-Mughirah Al-Makhzumy bangkit mengawali perobohan tersebut. Setelah
melihat tidak ada hal buruk yang terjadi pada Al-Walid, orang-orang
Quraisy pun mulai ikut merobohkan Ka’bah sampai ke bagian rukun Ibrahim.
Mereka kemudian membagi sudut-sudut Ka’bah dan mengkhususkan setiap
kabilah dengan bagian-bagiannya sendiri. Pembangunan kembali Ka’bah ini
dipimpin oleh seorang arsitek dari bangsa Romawi yang bernama Baqum.
Rasulullah ikut Membangun
Rasulullah sendiri ikut bersama-sama yang lain membangun kabah. Beliau
bergabung bersama paman beliau Abbas radhiyallahu ‘anhu. Ketika beliau
mengambil batu-batu, Abbas menyarankan kepada beliau untuk mengangkat
jubah beliau hingga di atas lutut. Namun Allah menakdirkan agar aurat
beliau senantiasa tertutup, sehingga belum sempat beliau mengangkat
jubahnya, beliau jatuh terjerembab ke tanah.
Beliau kemudian
memandang ke atas langit sambil berkata, “Ini gara-gara jubahku, ini
gara-gara jubahku”. Setelah itu aurat beliau tidaklah pernah terlihat
lagi.
Peletakan Hajar Aswad
Sebelum kita lanjutkan kisah ini, tahukah kalian apa itu hajar aswad?
Hajar Aswad adalah sebuah batu yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa
ta’ala dari surga. Dulu batu itu berwarna putih, namun karena dosa-dosa
anak Adam, maka batu itu pun berubah menjadi berwarna hitam.
Nah,
ketika pembangunan sudah sampai ke bagian Hajar Aswad, bangsa Quraisy
berselisih tentang siapa yang mendapatkan kehormatan untuk meletakkan
Hajar Aswad ke tempatnya semula. Mereka berselisih sampai empat atau
lima hari. Perselisihan ini bahkan hampir menyebabkan pertumpahan darah.
Abu Umayyah bin Al-Mughirah Al-Makhzumi kemudian memberikan saran
kepada mereka agar menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali
lewat pintu masjid. Bangsa Quraisy pun menyetujui ide ini.
Allah
subhanahu wa ta’ala kemudian menakdirkan bahwa orang yang pertama kali
lewat pintu masjid adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Orang-orang Quraisy pun ridha dengan diri beliau sebagai penentu
keputusan dalam permasalahan tersebut.
Rasulullah pun kemudian
menyarankan suatu jalan keluar yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh
mereka. Bagaimana jalan keluarnya?
Beliau mengambil selembar
selendang. Kemudian Hajar Aswad itu diletakkan di tengah-tengan
selendang tersebut. Beliau lalu meminta seluruh pemuka kabilah yang
berselisih untuk memegang ujung-ujung selendang itu. Mereka kemudian
mengangkat Hajar Aswad itu bersama-sama. Setelah mendekati tempatnya,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam-lah yang kemudian meletakkan
Hajar Aswad tersebut.
Ini merupakan jalan keluar yang terbaik.
Seluruh kabilah setuju dan meridhai jalan keluar ini. Mereka pun tidak
jadi saling menumpahkan darah.
Akhir Pembangunan Ka’bah
Bangsa Quraisy akhirnya kehabisan dana dari penghasilan baik-baik yang
mereka kumpulkan. Mereka akhirnya menyisakan bangunan Ka’bah di bagian
utara seukuran enam hasta yang kemudian disebut Al-Hijir atau Al-Hathim.
Mereka juga membuat pintu Ka’bah lebih tinggi daripada permukaan tanah.
Setelah bangunan Ka’bah mencapai ketinggian lima belas hasta, mereka
memasang atap dengan disangga enam sendi.
Ka’bah pun selesai
dibangun kembali. Tingginya sekarang lima belas meter, panjang sisinya
di bagian Hajar Aswad dan sebaliknya adalah sepuluh meter. Hajar aswad
sendiri diletakkan satu setengah meter dari lantai. Adapun sisi yang
lain panjangnya dua belas meter. Pintu Ka’bah diletakkan dua meter dari
permukaan tanah. (*)
Selasa, 26 Maret 2013
18.22
MR: EDITOR
Unknown
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.
Related Posts
COMMENT!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
pengen banget cium batu itu.. mudah2an dikasih rezeki dan dapet ridho dari Allah buat kesana amin
BalasHapus